Rabu, 16 Februari 2011

SERVIKS


Pengetahuan Tentang Factor Resiko
Kanker Serviks dan Perilaku Pengujian Papanicolaou (Pap)smear diantara Wanita Turki

A. LATAR BELAKANG
Tujuan penulisan ini adalah untuk menguji pengetahuan tentang kanker serviks dan dalam kaitannya dengan pengujian Papanicolaou (Pap) antara wanita Turki. Kurangnya pengetahuan tentang kanker serviks mungkin terkait dengan fakta (McAvoy & Raza, 1991; Kottke et al, 1995;. Dignan et al. 1996). Di sisi lain, kanker serviks terus menjadi penyakit yang berhubungan dengan social ekonomi dan perbedaan demografis di kedua berkembang serta negara-negara maju (Juon & Klassen, 2003; Kaku et al, 2008).. Di AS, meskipun secara keseluruhan tren penurunan kanker leher rahim masih ada sebuah disparitas di tingkat kematian bagi kematian akibat kanker-hubungan khusus antara usia tertentu serta geografis dan kelompok sosial ekonomi. Telah ditemukan bahwa pendidikan rendah, kurangnya cakupan kesehatan, dan lokasi pedesaan yang terkait dengan pencegahan skrining kanker serviks yang memadai (Juon et al, 2003;. Nelson et al, 2003;. Coughlin et al, 2006). Di Kuwait, (Sairafi & Muhamed (2009) menemukan bahwa tingkat pendidikan adalah satu satunya faktor yang signifikan secara independen terkait dengan pengetahuan yang tidak memadai dan sikap terhadap skrining kanker serviks saat disesuaikan dengan pengaruh faktor lain dalam regresi logistik multivariat analisis. Dalam studi serupa yang dilakukan di Turki, itu menyatakan bahwa sebagai tingkat pendidikan dan usia meningkat dan dengan adanya jaminan sosial, frekuensi memiliki pengujian pap-smear juga meningkat (Kalyoncu dkk, 2003.; Ayküz et al, 2008)..

B. MASALAH
Kanker leher rahim adalah penyakit luas dan sering fatal mempengaruhi 1 juta perempuan secara global pada tahun 2005. Bukan hanya karena kanker kedua yang paling sering terjadi pada wanita, tetapi juga merupakan penyebab kedua kematian akibat kanker, akuntansi untuk lebih dari 250.000 kematian pada tahun 2005 (Behtash & Mehrdad 2006;WHO 2007). Dari 27.755 kasus kanker yang diamati di Turki pada tahun 2002, 1.364 (4,9%) kasus kanker leher rahim. Dari 17.768 wanita yang meninggal pada tahun yang sama, kematian dari 725 (4.1%) disebabkan oleh kanker leher rahim. Menurut data ini, kanker leher rahim adalah jenis kanker paling umum di kedelapan baik dari segi kejadian dan penyebab kematian (Özgül, 2007). Frekuensi terjadinya kanker leher rahim di Turki berada di bawah tingkat negara maju banyak yang terampil melaksanakan program nasional mereka skrining.

C. TUJUAN
1. Untuk mengevaluasi tingkat pengetahuan perempuan Di Turki yang melakukan papilloma virus manusia (HPV), sebelumnya diseleksis berdasarkan, status sosial-ekonomi rendah dan miskin, kebersihan (Hoai Apakah et al, 2007;. Özgül, 2007;. Yaren et al, 2007; Kaya 2009)., kegiatan skrining kanker dan yang tidak menerima tes pap smear pada kanker leher rahim
2. Untuk menganalisis dampak sosio-demografis tertentu seperti kelompok usia perempuan, karakteristik status perkawinan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, memiliki sejarah kanker di keluarga dan setelah menerima informasi mengenai kanker leher rahim sebelumnya pada kebiasaan melakukan pengujian pap smear

D. TEORI
Kanker serviks merupakan pertumbuhan dari suatu kelompok sel yang tidak normal pada serviks (leher rahim). Perubahan ini biasanya memakan waktu beberapa tahun sebelum berkembang menjadi kanker. Oleh sebab itu sebenarnya terdapat kesempatan yang cukup lama untuk mendeteksi apabila terjadi perubahan pada sel serviks melalui skrining (papsmear atau IVA) dan menanganinya sebelum menjadi kanker serviks(National cancer institute, 2008).

Kebanyakan infeksi HPV dan kanker serviks stadium dini berlangsung tanpa menimbulkan gejala sedikitpun sehingga penderita masih dapat menjalani kegiatan sehari-hari. Namun, jika dilakukan pemeriksaan deteksi dini dapat ditemukan adanya sel-sel serviks yang tidak normal yang disebut juga sebagai lesi prakanker. Bila kanker sudah mengalami progresifitas atau stadium lanjut maka gejala-gejala yang dapat timbul antara lain:
1. Pendarahan setelah senggama.
2. Pendarahan spontan yang terjadi antara periode menstruasi rutin.
3. Timbulnya keputihan yang bercampur dengan darah dan berbau.
4. Nyeri panggul dan gangguan atau bahkan tidak bisa buang air kecil.
5. Nyeri ketika berhubungan seksual(National cancer institute, 2008).

Penyebab utamanya adalah virus yang disebut Human Papilloma (HPV) yang dapat menyebabkan kanker(Wallboomers JH et al. Pathol, 1999). HPV 16 dan 18 secara bersama mewakili 70% penyebab kanker serviks(Munoz, 2004), biasanya sebagian besar infeksi akan sembuh dengan sendirinya namun kadang bisa menjadi infeksi persisten yang dapat berkembang menjadi kanker serviks (Moscicki AB ,2005), yang perlu diketahui mengenai virus HPV:
1. HPV dapat ditularkan melalui hubungan seksual,
2. Penularan dapat juga terjadi meski tidak melalui hubungan seksual,
3. HPV dapat bertahan dalam suhu panas (Winer, 2003)

Setiap perempuan berisiko terkena HPV penyebab kanker serviks dalam masa hidupnya tanpa memandang usia, latar belakang dan gaya hidup sangat mempengaruhi terkenanya HPV(Baseman JG, 2005., Bosch FX, 2002). Setiap perempuan berisiko karena:
1. Biasanya sebagian besar infeksi akan sembuh dengan sendirinya. Mereka yang mengalami infeksi persisten jarang menunjukan gejala pada stadium awal, dan biasanya berkembang menjadi kanker serviks beberapa tahun kemudian.
2. Setelah infeksi HPV, tubuh kita tidak dapat selalu membentuk kekebalan, maka kita tidak terlindungi dari infeksi berikutnya(De Jong A et al, 2004., Stanley M, 2006).
Klasifikasi
HPV merupakan virus DNA dengan klasifikasi
Familia : Papovaviridae
Genus : Papillomavirus
Spesies : Human Papillomavirus
Morfologi Papilloma Virus

Papovavirus merupakan virus kecil ( diameter 45-55 nm ) yang mempunyai genom beruntai ganda yang sirkuler diliputi oleh kapsid (kapsid ini berperan pada tempat infeksi pada sel) yang tidak berpembungkus menunjukkan bentuk simetri ikosahedral. Berkembang biak pada inti sel menyebabkan infeksi laten dan kronis pada pejamu alamiahnya dan dapat menyebabkan tumor pada beberapa binatang (Contoh : Virus Papilloma manusia (kutil), Virus BK (diasingkan dari air kemih penderita yang mendapat obat-obat imunosupresif)).
Mekanisme infeksi virus diawali dengan protein menempel pada dinding sel dan mengekstraksi semua protein sel kemudian protein sel itu ditandai (berupa garis-garis) berdasarkan polaritasnya. Jika polaritasnya sama denagn polaritas virus maka, dapat dikatakan bahwa sel yang bersangkutan terinfeksi virus. Setelah itu, virus menginfeksikan materi genetiknya ke dalam sel yang dapat menyebabkan terjadinya mutasi gen jika materi genetik virus ini bertemu dengan materi genetik sel. Setelah terjadi mutasi, DNA virus akan bertambah banyak seiring pertambahan jumlah DNA sel yang sedang bereplikasi. Ini menyebabkan displasia (pertumbuhan sel yang tidak normal) jadi bertambah banyak dan tak terkendali sehingga menyebabkan kanker.
“Papova” berasal dari tiga nama yang sering dipelajari ( Papilloma, Polyoma, Vacoulating ). Yang akan dibahas termasuk virus Papilloma yaitu yang menyebabkan tumor jinak dan ganas pada banyak tipe mamalia. Virus ini merupakan salah satu dari virus DNA yang diketahui menyebabkan tumor alamiah pada tuan rumah aslinya. Virus Papilloma menyebabkan beberapa jenis kutil yang berbeda pada manusia, meliputi kutil kulit, kondiloma genital/ kondiloma akuminata(KA) atau kutil kelamin/ atau genital wart (di masyarakat dikenal sebagai jengger ayam dengan masa inkubasi :1-6 bulan rata-rata 3 bulan, tampak benjolan seperti jengger ayam di sekitar kemaluan dan anus serta kebanyakan tanpa keluhan ), dan papilloma larings. Papillomavirus sangat tropik terhadap sel-sel epitel kulit dan membran mukosa, tahap-tahap dalam siklus replikasi virus tergantung pada faktor-faktor spesifik yang terdapat dalam status diferensiasi berikutnya dari sel epitel. Ketergantungan kuat replikasi virus pada status diferensiasi sel inang ini, meyebabkan sulitnya perkembangbiakan Papillomavirus in vitro. Virus HPV berbentuk ikosahedral dengan ukuran 55 nm, memiliki 72 kapsomer dan 2 protein kapsid, yaitu L1 dan L2. Virus DNA ini dapat bersifat mutagen. Infeksi HPV telah dibuktikan menjadi penyebab lesi prakanker, kondiloma akuminatum, dan kanker. Terdapat 138 strain HPV yang sudah diidentifikasi, 30 di antaranya dapat ditularkan lewat hubungan seksual.
Infeksi HPV terjadi saat hubungan seksual pertama, biasanya pada masa awal remaja dan dewasa. Prevalensi tertinggi (sekitar 20%) ditemukan pada wanita usia kurang dari 25 tahun. Pada wanita usia 25-55 tahun dan masih aktif berhubungan seksual berisiko terkena kanker servik sekitar 5-10 persen. Meski fakta memperlihatkan, terjadi pengurangan risiko infeksi HPV seiring pertambahan usia, namun sebaliknya risiko infeksi menetap/persisten malah meningkat. Hal ini diduga karena seiring pertambahan usia terjadi perubahan anatomi (retraksi) dan histologi (metaplasia). Selama servik matang melebihi masa reproduktif seorang wanita, maka cervical ectropion digantikan melalui suatu proses squamous metaplasia, untuk membagi secara bertingkat epitel skuamosa. Epitel skuamosa bertingkat ini diperkirakan lebih protektif pada banyak orang melawan penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Selain itu, hasil imunitas dari paparan infeksi sebelumnya, juga diduga sebagai biang dibalik penurunan insiden tersebut.
Keterbatasan Skrining
Kanker servik dapat dicegah dengan menghindari kausal utamanya, yaitu infeksi HPV. Penggunaan kondom secara benar, sangat efektif melawan penyakit menular seksual (PMS), seperti gonorrhea dan HIV yang menyebar melalui cairan tubuh, tapi tidak demikian halnya dengan PMS yang menyebar melalui kontak antar kulit kelamin seperti herpes dan HPV. Kondom memiliki keterbatasan melindungi area yang bisa menularkan HPV, seperti vulva, anus, perineal, dasar penis, dan skrotum. Penggunaan spermisida juga tak bisa membantu mencegah penyebaran HPV. Studi laboratorium memperlihatkan, spermisida gagal membunuh Human papillomavirus.
Saat ini pencegahan yang popular adalah dengan pap smear. Metode ini cukup efektif karena bisa mengurangi insiden kanker servik hingga 90 persen. Namun penggunaan tes ini dalam program skrining memerlukan biaya mahal dan makan waktu. Hal ini mencakup tes itu sendiri, kunjungan ulangan untuk mendiskusikan hasil, dan kemungkinan butuh pemeriksaan lebih detail, dan kolkoskopi lanjutan pada kasus hasil tes abnormal. Semua prosedur tersebut tentu saja juga bisa menimbulkan tekanan psikologis untuk wanita.
Metoda alternatif, seperti inspeksi visual dengan asam asetat (VIA) atau Lugol’s iodine (VILI), menawarkan skrining yang menjanjikan. Selain mudah dilakukan, hasilnya juga cepat dan efektif untuk mengidentifikasi perubahan prakanker servik. Selain itu juga ada tes yang lebih objektif, yakni HPV DNA. Tes ini lebih baik dibandingkan yang lainnya pada wanita usia 30 tahun ke atas.
Pencegahan Kanker Servik dengan Vaksin
Pengembangan vaksin profilaksis HPV menawarkan harapan baru untuk pencegahan primer dari kanker servik. Uji klinis dari 2 generasi pertama vaksin, satu untuk HPV 16 dan 18 sedang yang lainnya untuk tipe 16,18,6, dan 11, telah memperlihatkan proteksi yang cukup tinggi melawan insiden dan infeksi persisten. Bahkan dengan decision-science modeling diperkirakan, vaksin HPV 16/18 efektif mencegah infeksi HPV sekitar 98 persen yang akan mengurangi beban total kanker servik sekitar 51 persen selama beberapa dekade.
Menurut Anna Lissa B.Hamada, M.D, Medical Affairs Manager Vaksin HPV GlaxoSmithKline Indonesia, efikasi yang tinggi dalam mencegah abnormalitas sitologiHPV 16/18 tersebut, tentu juga akan mengurangi jumlah wanita yang menerima sitologi dan kolkospi tambahan. Selain bisa mengurangi biaya pengobatan medis yang terkait dengan program skrining servik, vaksin bisa mengurangi ansietas dan ketidaknyamanan wanita selama mengobati lesi abnormal.Penggunaan vaksin juga sesuai dengan konsep kesehatan umum, mencegah lebih baik dari mengobati. Betapa tidak ? Pengobatan abnormalitas servik bisa mengarah pada kelahiran prematur.
Setelah melewati riset yang cukup panjang, akhirnya pada 29 Juni 2006, U.S Food and Drug Administration (FDA) mengesahkan vaksin pertama dalam mencegah kanker servik dan penyakit lain yang terkait dengan HPV. Vaksin ini dikenal dengan sebutan quadrivalent vaccine, efektif melawan 4 tipe HPV(6,11,16, 18), tipe yang menyebabkan 70 % kanker servik dan 90% genital wart.
Pemberian vaksin yang dibuat dari non-infectious HPV-like particles (VLP) ini, direkomendasikan pada gadis usia 11-12 tahun, diberikan paling muda usia 9 tahun. Pemberian vaksin juga dianjurkan untuk wanita usia 13-26 tahun yang belum menerima atau menyelesaikan seri vaksinasi. Idealnya, vaksin diberikan sebelum debut seksual pertama.
Kendati vaksin ini cukup menjanjikan, tapi bukan berarti program skrining sama sekali dihentikan. Pasalnya, belum semua tipe HPV berhasil dihalangi, hanya pada 4 tipe. Selain itu, seorang perempuan belum tentu memperoleh manfaat penuh jika tidak menyelesaikan seri vaksinasi. Di samping itu, vaksin juga tidak akan memberi manfaat penuh bila si wanita pernah terinfeksi salah satu dari 4 tipe HPV tersebut sebelumnya. Namun yang jelas kehadiran vaksin ini merupakan suatu terobosan dalm pencegahan kanker servik (Arnita, 2008).
Satu penelitian menemukan 11.000 perempuan terdeteksi HPV-positif di AS dan sekitar 4000 orang meninggal karenanya. HPV menular dengan mudah melalui hubungan seks. Diperkirakan 75 persen orang yang aktif secara seksual terutama berusia 15-49 tahun di AS mengalami sedikitnya satu jenis infeksi HPV. Virus ini terdiri dari puluhan genotype, dan dapat menyerang berbagai bagian tubuh seperti jari dan tangan, telapak kaki, wajah, genital. Tipe Human papillomavirus cukup beragam. Dari 100 tipe HPV, hanya 30 di antaranya yang berisiko kanker serviks. Adapun tipe yang paling berisiko adalah HPV 16, 18, 31, dan 45. Sedangkan tipe 33, 35, 39, 51, 52, 56, 58, 59, dan 68 merupakan tipe berisiko sedang. Dan yang berisiko rendah adalah tipe 6,11, 26, 42, 43, 44, 53, 54, 55, dan 56. Dari tipe-tipe ini, HPV tipe 16 dan 18 merupakan penyebab 70% kanker rahim yang terjadi, sedangkan HPV tipe 6 dan 11 merupakan penyebab 90% kandiloma akuminata jinak dan Papilloma laring pada anak-anak. Infeksi HPV memiliki keterkaitan dengan lebih dari 99% kasus kanker serviks di seluruh dunia(Tamms G., 2007).
E. METODOLOGI
Penelitian studi cross-sectional dilakukan pada Ege University Hospital Fakultas Kedokteran Kebidanan dan Kandungan Poliklinik antara 01 Maret 2008 dan 30 Mei 2008. Ege University Faculty of Medicine has been located in western Turkey.
Peserta: Penelitian ini dilakukan dengan 118 relawan yang aktif secara seksual dan berusia 25-61. Dua puluh dua perempuan dikeluarkan dari analisis ini karena mereka menyediakan informasi lengkap tentang pertanyaan pengujian Pap mereka sejarah atau faktor risiko kanker serviks. The sampel penelitian terdiri dari 92 perempuan.
Pengumpulan Data: Data dikumpulkan melalui formulir survei oleh wawancara yang dilakukan oleh para peneliti. Formulir ini terdiri dari 30 pertanyaan dan tiga bagian. Bagian pertama dari survei berfokus pada karakteristik sosio-demografis perempuan sedangkan bagian kedua berkonsentrasi pada keluarga mereka risiko dalam hal kanker dan kebiasaan mereka memiliki pap smear pengujian. Adapun bagian ketiga, informasi 14 pertanyaan Formulir ini termasuk yang terdiri dari tiga pertanyaan tentang pap smear pengujian dan pertanyaan sebelas risiko kanker serviks yang disusun untuk menentukan tingkat pengetahuan (Hoai Apakah et al, 2007; Özgül, 2007; Yaren et al, 2007..; Kaya 2009). Responden ditentukan apakah atau tidak mereka pikir prosedur dikenal pap smear pengujian dan risiko meningkatkan faktor risiko kanker serviks.

F. HASIL
Table 1. Pap Testing According to Socio-Demographic Characteristics

Demographic variable Pap (+) n=63 (%) Pap (-) n=29 (%) X2 p-value
Age : 26-33
34-41
42-49
50 11 (73,3)
14 (66.7)
21 (67.7)
17 (68.0) 4 (26,7)
7 (33.3)
10 (32.3)
18 (32.0) 0,206 0,977
Marital status
Married
Widowed
56 (69.1)
7 (63.6)
25 (30.9)
4 (36.4
0.136
0.713
Education Primary
Secondary
High school
Faculty
25 (61.0)
25 (61.0)
22 (84.6)
11 (64.7)
5 (62.5)
16 (39.0)
4 (15.4)
6 (35.3)
4.450

0.217

Place of residence
Village /town
County
Province
Large city

4 (40.0)
20 (60.6)
30 (78.9)
9 (81.8)

6 (60.0)
13 (39.4)
8 (21.1)
2 (18.2)

7.541

0.056
Income status
Low
Medium
High
6 (50.0)
53 (69.7)
4 (100)
6 (50.0)
23 (30.3)
0 (0,0)
3.795
0.150
History of cancer in the family
Yes
No

24 (85.7)
39 (60.9)

4 (14.3)
25 (39.1)

5.540

0.019
Information on Cervix Cancer
Yes
No

47 (85.5)
16 (43.2)

8 (14.5)
21 (56.8)

18.26

<0.001

Studi karakteristik kelompok
Dari perempuan yang mengambil bagian dalam penelitian ini, 33,7% berusia 42 49 dengan usia rata-rata 47. Ditetapkan bahwa 88% dari perempuan menikah, 38,0 % Melahirkan tiga kali atau lebih dan rata-rata jumlah anak-anak adalah 2,31 ± 0,97. 44,6% dari perempuan termasuk dalam ruang lingkup penelitian ini adalah lulusan sekolah Dasar dan 55,3% adalah ibu rumah tangga. Itu menentukan bahwa 53,3% wanita memiliki terpanjang pengalaman tinggal di sebuah provinsi dan kota besar dan yang 82,6% memiliki pendapatan menengah. Ketika risiko keluarga dalam hal kanker yang dianalisis, terlihat bahwa 30,4% dari perempuan memiliki sejarah kanker di keluarga mereka. 21,4% dari mereka dengan sejarah kanker di keluarga mereka telah terkena kanker juga dan 50,0% memiliki kerabat tingkat pertama dengan sejarah kanker.
Data demografis tentang perempuan telah dinilai dengan mengelompokkan mereka ke dalam dua kelompok menurut respon mereka telah diberikan kepada pertanyaan; "Apakah Anda pernah tes pap dalam hidup Anda? "63 dari 92 (68,5%) wanita yang berpartisipasi dalam penelitian ini telah menerima tes pap sebelum sedangkan 29 dari mereka (31,5%) memiliki pernah dilakukan. Perilaku Pengujian Pap Ketika kondisi perempuan sudah menerima sebuah smear uji sesuai dengan karakteristik sosio-demografis dianalisis pada Tabel 1; tingkat dari setelah menerima sebuah uji pap dipandang tinggi di kelompok usia 26-33, wanita menikah, lulusan sekolah menengah, penduduk besar kota, masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi, mereka dengan sejarah kanker dalam keluarga mereka dan mereka yang telah tau informasi tentang kanker serviks sebelumnya. Meskipun tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik telah ditentukan antara kondisi perempuan memiliki menerima smear sebuah menguji dan karakteristik demografi mereka seperti usia, status perkawinan, tingkat pendidikan, tempat tinggal dan tingkat pendapatan (p> 0,05), secara statistik signifikan hubungan yang ditentukan antara memiliki menerima pap test dan memiliki sejarah kanker dalam keluarga atau yang telah sebelumnya informasi tentang kanker serviks (p <0,01).
Table 2. Cervical Cancer Knowledge Associated withPap Testing
Demographic variable Pap (+) n=63 (%) Pap (-) n=29 (%) X2 p-value
Sexually active women under the age of 18 should have pap
Testing
Yes
No



31 (56.4)
32 (86.5)



24 (43.6)
5 (13.5)




9.298



0.002
Getting regular Pap tests
No
Yes

44 (64.7)
18 (79.2)


24 (35.3)
5 (20.8)


1.719

0.190
Only women with risk factors should have pap testing
No
Yes


50 (87.7)
13 (37.1)



7 (12.3)
22 (62.9)



25.70


0.000
Having multiple sexual partners
No
Yes
1 (100)
62 (68.1)

0 (0.0)
29 (31.9)
0.465

0.495
Having a sexually transmitted disease
No
Yes
4 (36.4)
59 (72.8)

7 (63.6)
22 (27.2)
5.970
0.015
Cervix cancer could be prevented through vaccination
No
Yes) 23 (56.1)
40 (78.4 18 (43.9)
11 (21.6) 5.252 0.022
Going through menopause is influential on cervix cancer
No
Yes

35 (66.7)
28 (71.1)


18 (33.3)
11 (28.9)


0.345

0.557
Giving birth to many children
No
Yes
19 (47.5)
44 (84.6)

21 (52.5)
8 (15.4)
14.43
<0.001
Smoking
No
Yes
3 (23.1)
60 (75.9)
10 (76.9)
19 (24.1)
14.46
<0.001
Having sexual activity with a man who has had partners with
a cervical cancer case
No
Yes


19 (55.9)
44 (75.9)


15 (44.1)
14 (24.1)


3.964


0.046
Having sexual intercourse at an early age
No
Yes

27 (51.9)
36 (90.0)

25 (48.1)
4 (10.0)

15.19

<0.001
Abnormal vaginal bleeding
No
Yes
8 (72.7)
55 (67.9)
3 (27.3)
26 (32.1)
0.104
0.746
Vaginal infection
No
Yes
20 (58.8)
43 (74.1)
14 (41.2)
15 (25.9)
2.329
0.127
Bleeding during sexual intercourse
No
Yes
13 (61.9)
50 (70.4)
8 (38.1)
21 (29.6)
0.545
0.460

Pengetahuan Kanker Serviks
Tabel 2 memberikan informasi mengenai pengetahuan tentang risiko faktor untuk kanker serviks di kalangan wanita Turki yang memiliki Pap smear dan tidak. Jika dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki Pap smear, itu ditentukan bahwa mereka yang telah uji (86,5%) telah akurat pengetahuan tentang "wanita aktif seksual di bawah usia 18 harus memiliki tes pap "pada statistik signifikan tingkat (χ2 = 9,298, p <0,01). Meskipun wanita yang telah pap smear pengujian (79,2%) memiliki pengetahuan yang lebih akurat pada memiliki pap smear pengujian secara teratur daripada mereka yang melakukannya tidak, perbedaan yang signifikan secara statistik tidak diamati (Χ2 = 1,719, p> 0,05). 87,7% dari perempuan yang telah Pap pengujian BTA benar tentang fakta bahwa "tidak hanya wanita dengan faktor risiko tetapi juga semua wanita aktif seksual harus memiliki pengujian pap "dan secara statistik signifikan perbedaan ditentukan ketika mereka tingkat pengetahuan dibandingkan dengan para wanita yang tidak memiliki tes pap (Χ2 = 25,697, p <0,0001).
Ketika pengetahuan tentang perempuan yang telah dan melakukan tidak memiliki pap pengujian pada factor risiko kanker serviks dianalisis, persentase mereka yang telah tes pap dan menyadari faktor risiko adalah sebagai berikut; 68,1 % Diberitahu mengenai faktor risiko; "memiliki beberapa pasangan seksual ", 71,1% dari" melalui menopause ", 75,9% dari "merokok", 75,9% "memiliki aktivitas seksual dengan seorang pria yang telah memiliki mitra dengan kanker serviks ", 90,0 % Dari "Memiliki hubungan seksual pada usia dini", 67,9% dari "perdarahan abnormal vagina", 74,1% dari "berbau busuk vagina discharge ", 70,4% dari" Perdarahan selama hubungan seksual "dan 78,4% adalah informasi dari pencegahan vaksin untuk melawan kanker serviks.
Ketika pengetahuan tentang perempuan yang telah dan melakukan tidak memiliki pap pengujian pada faktor risiko kanker serviks dianalisis, sebuah perbedaan yang signifikan antara tingkat mereka pengetahuan tentang judul "Memiliki banyak pasangan seksual", "Going melalui menopause", "Abnormal vaginal pendarahan "," infeksi vagina "dan" Pendarahan selama hubungan seksual "tidak ditentukan (p> 0,05). Pengetahuan dari lima faktor risiko berikut semua terkait dengan pengujian Pap: Memiliki menular seksual penyakit (p <0,01), melahirkan banyak anak (p <0,001), Merokok (p <0,001), memiliki aktivitas seksual dengan seorang pria yang telah memiliki mitra dengan kanker serviks (p <0,05) dan melakukan hubungan seksual pada usia dini (p <0,001). Selain itu, juga mengamati bahwa wanita yang telah pap smear pengujian memiliki pengetahuan yang lebih akurat tentang pencegahan kanker serviks bentuk melalui vaksinasi daripada mereka yang tidak memiliki tes pap pada tingkat signifikan (P <0,05).

G. PEMBAHASAN
Perempuan termasuk dalam lingkup penelitian, 78% berada di kelompok usia 35-59 tahun yang adalah periode puncak pertama untuk diagnosis kanker serviks (Özgül 2007). Selama perempuan dalam kelompok ini adalah lebih banyak informasi dan sensitive tentang kanker leher rahim, awal diagnosis akan mungkin. Pap smear test adalah salah satu skrining yang paling penting alat untuk diagnosis dini kanker leher rahim (Elovainio et al, 1997;. WHO, 2007; Kaya 2009). Sedangkan tingkat perempuan memiliki pengujian smear sama dengan atau di atas 80% di negara maju (Welensek et al, 2002;. Carrasquillo & Pati, 2004; Sirovich & Welch, 2004; Coughlin et al. 2006), tingkat ini bervariasi antara 2,6-68% dalam mengembangkan negara (Farland, 2003;. Behbackt et al 2004; Imani et al, 2008).. Dalam studi ini, tingkat perempuan sudah melakukan uji pap smear merupakan batas atas dari negara-negara berkembang (68,5%). Angka ini dapat dianggap nilai yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan temuan penelitian lainnya yang dilakukan di Negara kita(Turki). Sebagai contoh, dalam studi berbasis masyarakat dilakukan oleh Sirin et al. (2006) 'di Izmir, tingkat perempuan yang sudah melakukan uji pap-smear bertekad untuk menjadi 14,6%. Namun demikian, dalam studi yang dilakukan oleh Akyüz et al. pada ginekologi poliklinik sebuah rumah sakit universitas di Ankara (2006), ditetapkan bahwa 51,1% dari perempuan sudah melakukan uji pap smear . Serupa dengan temuan penelitian kami, tingkat yang tinggi dapat ditemukan fakta bahwa Penelitian yang dilakukan di sebuah rumah sakit universitas di mana biasa dilakukan pengujian pap smear yang dapat menyebabkan peningkatan jumlah perempuan yang sudah melakukan tes pap bila dibandingkan dengan populasi normal. Dalam banyak penelitian, maka ditentukan bahwa karakteristik sosiodemografi perempuan memiliki pengaruh untuk melakukan tes pap (Siahpush & Singh, 2002; Holdroy et al, 2004; Akyüz et al, 2006;.. Kaku et al, 2008.; Juni et al, 2009).. Dalam studi ini, karakteristik demografis perempuan seperti kelompok umur, status perkawinan, tingkat pendidikan atau status pendapatan tidak ditentukan sebagai faktor yang mempengaruhi untuk melakukan pengujian pap smear. Namun, ketika dilihat literatur, terlihat bahwa variabel demografis seperti usia kelompok perempuan al (Akyüz et, 006.; Juni et al., 2009) status perkawinan (Hoai lakukan et al, 2006.), Tingkat pendidikan, tempat tinggal (Nelson et al, 2003.; Coughlin dkk, 2006). Dan status pendapatan berpengaruh untuk melakukan tes pap (Kaku et al, 2008.). Pada studi dilakukan di negara-negara berkembang, hal ini menunjukkan bahwa status pendidikan perempuan sangat berpengaruh untuk melakukan pengujian pap. Sebagai contoh, di Kuwait, Sairafi Muhamed (2009) menemukan bahwa tingkat pendidikan satu-satunya faktor signifikan independen berhubungan dengan pengetahuan memadai dan sikap terhadap pencegahan kanker serviks. Dalam studi lain yang dilakukan di Turki untuk menganalisis pengaruh karakteristik demografi perempuan di saat merekasudah melakukan tes pap, itu dikarenakan bahwa tingkat pendidikan sudah meningkat, tingkat perempuan memiliki tes pap juga meningkat (Akyüz et al, 2006.). Dalam penelitian kami, hanya kelompok antara faktor usia dengan variabel demografis menunjukkan perbedaan yang signifikan. Fakta bahwa kelompok sampel terdiri dari populasi dengan karakteristik demografi yang sama yang berkunjung ke rumah sakit tertentu yang dianggap sebagai kesimpulan. Ditetapkan bahwa 85,7% dari perempuan yang telah riwayat pribadi atau riwayat keluarga yang kanker dan dianggap punya resiko kanker serviks telah uji pap dan bahwa ada hubungan yang signifikan antara mempertimbangkan diri dengan risiko dan memiliki uji pap (P <0,01) (Tabel I). Dalam studi ini ditentukan bahwa wanita yang sadar bahwa dirinya punya resiko terkena kanker servikslah yang banyak melakukan tes pap smear secara berkesinambungan (Nuguyen et al, 2002; Wellensiek et al, 2002;.. Gichangi et al, 2003). Hal ini ditekankan dalam banyak penelitian yang mendapat informasi kanker serviks merupakan faktor berpengaruh pada peningkatan dalam tingkat memiliki tes pap (McAvoy dan Raza, 1991; Kottke et al, 1995; Dignan et al, 1996;.. Akyüz et al, 2006.; Yaren et al, 2008)
Dalam studi ini, tingkat pengetahuan pengujian pap prosedur dan faktor risiko kanker serviks perempuan yang memiliki dan tidak memiliki tes pap dianalisis. Dari para wanita yang memiliki tes pap, 86,5% memiliki pengetahuan tentang fakta bahwa wanita aktif seksual di bawah usia 18 tahun harus sudah melakukan tes pap dan 79% sadar bahwa apakah ada atau tidak ada faktor-faktor risiko, pengujian skrining pada interval tertentu diperlukan. Perbedaan yang signifikan tidak ditentukan antara tingkat pengetahuan thewomen yang telah dan mereka yang tidak memiliki tes pap tentang faktor-faktor meningkatkan risiko kanker seperti "Memiliki beberapa seksual dengan banyak pasangan "," Going melalui menopause "," Abnormal pendarahan vagina "," infeksi vagina "dan" pendarahan selama hubungan seksual "(p <0,05) (Tabel 2). Ini perbedaan yang signifikan mungkin telah mengakibatkan dari kenyataan poligami yang tidak disetujui menurut tradisional struktur masyarakat kita dan bahwa mereka dengan beberapa mitra mempertimbangkan masalah kesehatan vagina akan alam. Di sisi lain, akan melalui menopause, abnormal perdarahan vagina, infeksi vagina dan pendarahan selama hubungan seksual mungkin telah dianggap biasa perempuan masalah kesehatan dan tidak mungkin terkait dengan risiko kanker. Karena Turki perempuan sikap dan keyakinan tentang reproduksi kesehatan tidak dievaluasi dalam penelitian ini, komentar tersebut adalah proyeksi peneliti dalam kerangka sosial negara kita. Studi ini menunjukkan bahwa punyai pengetahuan tentang faktor risiko serviks seperti mempunyai Penyakit seksual yang menular (p <0,01), melahirkan banyak anak (p <0,001), merokok (p <0,001), memiliki aktivitas seksual dengan seorang pria yang telah berhubungan wanita yang mengidap kanker serviks (p <0,05) dan melakukan hubungan seksual pada usia dini (p <0,001) tersebut terkait dengan sudah melakukan pengujian Pap smear. Demikian pula, dalam studi dilakukan dengan wanita Vietnam, Hoai Do et al. (2006) menetapkan hubungan yang signifikan antara serviks kanker faktor risiko seperti memiliki banyak pasangan seksual (P <0,003), memiliki aktivitas seksual dengan orang yang memiliki memiliki mitra seksual (p <0,001), memiliki seksual Penyakit menular (p <0,001) dan pengujian pap memiliki. Selama bertahun-tahun, Human Papilloma Virus (HPV) infeksi telah dianggap sebagai menular seksual penyakit, namun telah dibawa ke agenda yang berkaitan dengan kanker serviks invasif dan bahwa hal itu menyebabkan hampir semua kasus kanker leher rahim (2007 WHO; Kaya, 2009). Karena risiko infeksi HPV meningkat sejajar dengan hubungan seksual usia awal, sebuah implementasi awal sebuah vaksin, efektif aman terhadap infeksi adalah efektif metode pencegahan (Markman 2007; Kaya 2009). Dalam penelitian ini, penentuan yang signifikan hubungan antara pengetahuan metode baru mencegah kanker serviks dan memiliki uji smear (p <0,001) adalah penemuan yang berharga. Kesimpulan ini mungkin dipengaruhi oleh kampanye kesadaran terhadap kanker serviks yang diselenggarakan di negara kita sejak tahun 2007 serta upaya pendidikan kesehatan dari petugas kesehatan bekerja di ginekologi polindes rumah sakit universitas dan AÇSAP pusat. Dalam conclusion para wanita yang diterapkan pada poliklinik ginekologi dari fakultas kedokteran universitas rumah sakit dimasukkan dalam ruang lingkup penelitian (N = 92). Karena wanita yang memiliki keluhan tentang kesehatan mereka umumnya berlaku untuk polindes, para wanita telah kepekaan prasyarat tentang ginekologi penyakit. Oleh karena itu, perempuan tingkat pengetahuan kanker serviks dan tingkat mereka tes pap memiliki (68,5 %) Berada pada tingkat yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan bidang tertentu studi yang dilakukan di negara kita. Kondisi memiliki pengujian pap dipengaruhi oleh kelompok usia mereka, memiliki sejarah kanker dalam keluarga mereka dan pengetahuan yang mempunyai kanker serviks di muka (p <0,01). Penelitian ini sekali lagi menunjukkan bahwa memiliki pengetahuan berpengaruh pada kebiasaan memiliki tes pap. Mengambil kesimpulan ini menjadi pertimbangan, sangat penting bahwa informasi jasa ditujukan pada seluruh masyarakat, khususnya perempuan harus menyebar luas dengan partisipasi kesehatan pekerja. Pengetahuan tentang perempuan dalam lingkup penelitian tentang faktor risiko kanker serviks (Memiliki penyakit menular seksual, melahirkan banyak anak, merokok, memiliki aktivitas seksual dengan orang yang telah memiliki mitra dengan kanker serviks dan melakukan hubungan seksual pada usia dini) ditemukan dikaitkan dengan kondisi mereka memiliki tes pap. Ini Penelitian dilakukan dengan kelompok sampel yang terbatas dalam rangka untuk menentukan kondisi perempuan memiliki tes pap dan tingkat pengetahuan tentang kanker serviks. Ini akan bermanfaat rencana studi yang akan dilakukan dengan kelompok sampel yang lebih besar dalam menentukan kepercayaan tradisional dan sikap mengenai kanker leher rahim dan pengujian pap memiliki.

H. SARAN
- Bagi wanita yang mempunyai faktor risiko kanker serviks sebaik nya lebih dini mengetahui kondisi kesehatan Rahimnya.
- Bagi perempuan yang sudah melakukan hubungan seksual, lakukan deteksi dini secara rutin.
- Deteksi dini dapat mendeteksi sel abnormal, lesi pra-kanker dan kanker serviks namun tidak dapat mencegah terjadinya infeksi HPV.
- Kanker serviks yang ditemukan pada stadium dini dan diobati dengan cepat dan tepat dapat disembuhkan, oleh sebab itu lakukan deteksi dini secara berkala.
- Resiko berkembangnya infeksi menjadi kanker serviks adalah 3-10 kali lebih tinggi pada perempuan yang tidak menjalankan deteksi dini secara teratur.
- Pap smear dapat dilakukan pada saat pemeriksaan dalam rutin. Pap smear merupakan metode skrining yang sudah dikenal luas.
- Untuk pencegahan dini lakukanlah Vaksinasi, Pemberian vaksin (antigen) yang dapat merangsang pembentukan imunitas (antibody) dari sistem imun didalam tubuh.Vaksinasi merupakan pencegahan Primer.
- Rekomendasi pemberian vaksin pada Perempuan berusia 10 – 55 tahun Jadwal pemberian vaksin : Jadwal pemberian bulan 0, 1 atau 2, dan 6. Contoh : Penyuntikan 1 : januari ,
Penyuntikan 2 : Februari/Maret
Penyuntikan 3 : Juli


I. KESIMPULAN
- Kondisi pengujian smear perempuan adalah dipengaruhi oleh kelompok usia mereka, memiliki sejarah kanker dalam keluarga mereka dan memiliki pengetahuan tentang serviks kanker (p <0,01).
- Penelitian ini sekali lagi menunjukkan bahwa pengetahuan terhadap kanker serviks berpengaruh terhadap kebiasaan melakukan tes pap.
- Mengambil kesimpulan ini menjadi pertimbangan, sangat penting bahwa informasi jasa ditujukan pada seluruh masyarakat, khususnya perempuan, harus menjadi luas dengan partisipasi kesehatan pekerja.
- Menikah / hubungan seksual pada usia muda, Sering melahirkan, Merokok, Berganti-ganti pasangan seksual, Infeksi menular seksual.












Daptar Pustaka

Arnita, 2008, Lindungi Leher Rahim dari Kanker,
http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=327
Barr E, Tamms G., 2007, Quadrivalent human papillomavirus vaccine, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17682997?dopt=Ab
Baseman JG et al. J Clin Virol 2005; 32(S): 16-24
Bosch FX et al. J. Clin Pathol 2002; 55: 244-65
De Jong A et al. Cancer Reasearch 2004; 64: 5449-55
Moscicki AB. Journal of Adol Health 2005; 37: S3-S9.
Munoz et al Int J Cancer 2004; 111:278-85
National Cancer Institute, What you need to know about cervical cancer booklet. September 2008. Page 7
Stanley M et al. Vaccine 2006: 24(S3): 106-13
Wallboomers JH et al. Pathol 1999; 189: 12-9
Winer RL et al. N Engl J Med 2006; 354(25): 2645-54
Winer RL et al. Am J Epidemiol 2003: 157(3): 218-26

Tidak ada komentar: